Mengenai Saya

Foto saya
Saya adlh saya, yg tau saya adlh saya....... Be your self and enjoy your life.....

Sabtu, 28 Mei 2011

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Model pengembangan kurikulum adalah langkah atau prosedur yang sistematis dalam penyusunan kurikulum, sehingga terjadi keseimbangan antara teori dan praktik mengenai kurikulum. Hal tersebut diharapkan dapat terwujudnya kurikulum yang ideal dan optimal. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Sukmadinata (2008), membagi model-model pengembangan kurikulum menjadi delapan model, yaitu the administrative (line staff model) model, the grass roots model, Beauchamps system, the demonstration model, Taba’s inverted model, Rongers’s in terpersonal relation model, the systematic action reseach model, dan emerging technical model. Suherman (2006), membangi model pengembangan kurikulum menjadi enam model, yaitu model Ralph Taba, model administrative, model Grass Roots, model demonstrasi, model Miller-Seller, model Taba’s (inverted model). Sementara itu Sanjaya (2007), membagi model pengembangan kurikulum menjadi empat model, yaitu model Tyler, model Taba, model Oliva, dan model Beauchamp. Berikut ini akan dijelaskan tentang model-model pengembangan kurikulum tersebut: 1. The administrative model (lines staff model), pada model ini inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidkan dan menggunakan prosedur administrasi. 2. The graas roots model, alur pengembangan model ini adalah guru, selompok guru atau seluruh guru disuatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. 3. Beauchamp’s system, menurut model ini terdapat lima langkah yang mungkin dilakukan untuk mengembangkan kurikulum yaitu: (1) menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum, (2) menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum, (3) menetapkan prosedur yang akan ditempuh, (4) implementasi kurikulum, (5) melaksanakana evaluasi kurikulum. 4. The demosntration model, model ini diprakarsai oleh guru atau sekelompok guru yang bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. 5. Taba’s inverted model, model ini lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru, karena bersifat induktif, yang merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional. 6. Roger’s interpersonal relations model, model ini lahir dari asumsi yang menurut Roger bahwa manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. 7. The systematic action-research model, model ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada hubungan insan, sekolah dan organisasi masyarakat, dan wibawa dari pengetahuan profesional. 8. The computer-based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memamafaatkan komputer. Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Setelah diadakan pengelolaan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil yang dicapai siswa disimpan dalam komputer. 9. Model Saylor, Alexander, dan lewis, menurut model ini kurikulum merupakan sebuah perencanaan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar bagi individu supaya menjadi terdidik. 10. Model Tyler, menurut model ini perencana kurikulum untuk mengindetifikasi tujuan umum dengan mengumpulkan data dari tiga sumber yaitu siswa, kehidupan kontemporer di luar sekolah, dan mata pelajaran. 11. Model Oliva, menurut Oliva dalam membuat rencana tentang perkembangan kurikulum terbagi menjadi tiga kriteria, yaitu sederhana, komprehensif, dan systematic.

Jumat, 27 Mei 2011

SUMMARY DARI JURNAL TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Nama : Desi yulianti R
Nim : 20102513033


TUGAS TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


Referensi dari buku:
Davies, I. K. (1981). Instructional technique. New York, NY: McGraw-Hill, Inc.
Schrum, L., & Berenfeld, B. (1997). Teaching and learning in the information age: A guide to educational telecomunications. Boston, MA: Allyn and Bacon.

Referensi dari jurnal:
Muflihin, M. H. (2009). Aplikasi dan impilkasi teori behaviorisme dalam pembelajaran: Analisis strategi inovasi pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kependidikan, 1(1), 123-133. Diakses dari http://jurnal.ump.ac.id/berkas /jurnal/11.pdf, pada tanggal 19 Februari 2011.
Yusuf, Y., Natalina, M., Suryawati, E., Wulandari, S., Asiah, N., & Sari, K. (2006). Upaya peningkatan aktifitas dan hasil belajar biologi melalui penggunaan peta konsep pada siswa kelas II4 smp negeri 2 pekanbaru tahun ajaran 2004/2005. Jurnal Biogenesis, 2(2), 59-63. Diakses dari: http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya tulis/5Yustini-UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS 59-63.pdf, pada 25 Februari 2011.















SUMMARY DARI ARTIKEL
UPAYA PENINGKATAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENGGUNAAN PETA KONSEP PADA SISWA KELAS II4 SMP NEGERI 2 PEKANBARU TAHUN AJARAN 2004/2005

Oleh:
Yustini Yusuf*), Mariani Natalina, Evi Suryawati, Sri Wulandari, Nur Asiah, dan Kamilia Sari


Materi pelajaran biologi mencakup fakta, konsep, prinsip, prosedur dan suatu proses penemuan. Konsep-konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar dan akhirnya memecahkan masalah. Dari hasil diskusi dengan guru biologi kelas II4 SMP Negeri 2 Pekanbaru , diperoleh informasi bahwa siswa masih belajar biologi dengan cara hapalan untuk memahami konsep-konsep biologi yang ada. Cara hapalan seperti ini mempunyai kelemahan karena informasi yang diterima tidak dikaitkan dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, sehingga konsep-konsep yang diterima akan mudah lupa. Untuk mengatasi masalah ini, maka dalam proses pembelajaran biologi sebaiknya menggunakan peta konsep, agar konsep-konsep yang relevan dangan apa yang akan diterima dapat dijadikan sebagai pembelajaran bermakna. Dengan menggunakan peta konsep, aktifitas siswa dalam proses pembelajaran menjadi lebih aktif. Siswa mulai aktif dan terbiasa bertanya baik dengan guru maupun dengan sesama siswa, siswa sudah bisa menentukan konsep penting dan siswa sudah bisa menyimpulkan materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa, karena siswa mencari pengalaman dan mengalami sendiri, ini akan membuat pelajaran lebih berhasil dan menarik. Dalam aktifitas ini, siswa tidak hanya berpikir, tetapi siswa juga berbuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2001: 61) yang menyatakan bahwa aktifitas belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental.
Peta konsep adalah suatu bagan alur dari topik yang dipelajari, yang berisi konsep-konsep penting dan dihubungkan dengan garis atau kata penghubung antar konsep, sehigga hubungan antar konsep itu tergambar dengan jelas. Dengan peta konsep, siswa tidak perlu lagi banyak menghapal materi, tetapi cukup memahami konsep dan menghubungkanya dengan konsep yang sudah ada. Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep membutuhkan pemahaman yang baik dari siswa terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari dan membutuhkan kemampuan siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Suryawati (2002: 62), peta konsep dapat membantu siswa untuk mengorganisasikan konsep ke dalam struktur yang berarti, sehingga bermanfaat untuk mengidentifikasikan konsep yang sulit dimengerti, memudahkan siswa untuk menyusun dan memahami isi pelajaran dan meningkatkan memori atau ingatan. Jika siswa sudah memahami konsep dari materi yang dipelajari, maka materi itu tidak akan mudah lupa dan akan menjadi lebih bermakna. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap meningkatnya hasil belajar siswa.
Jurnal Biogenesis Vol. 2(2):59-63, 2006
© Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau
ISSN : 1829-5460


UPAYA PENINGKATAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
MELALUI PENGGUNAAN PETA KONSEP
PADA SISWA KELAS II4 SMP NEGERI 2 PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2004/2005

Yustini Yusuf*), Mariani Natalina, Evi Suryawati, Sri Wulandari, Nur Asiah, dan Kamilia Sari
Laboratorium Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP
Universitas Riau Pekanbaru 28293

Diterima 13 November 2006, Disetujui 10 Januari 2006


ABSTRACT

Have been conducted by a class action research to increase the activity and result of learning Biology of through
Map use Conception. At class II4 SMPN 2 Pekanbaru. Subject Research amount to 39 people. Parameter measured
is student activity, result of learning and complete learn. Student activity 72.40% (baik) at cycle I and 81.05%
(sangat baik) at cycle II. Mean of result of learning 79.18 (tinggi) at cycle I and 82.05% (tidak tuntas) at cycle I and 92.31% (tuntas) at cycle II. Inferential that Map use research result Conception at class II4 SMPN 2 Pekanbaru can improve activity and result of learning.

Key words : map use conception, student activity, SMPN 2 Pekanbaru

PENDAHULUAN

Tujuan pengajaran biolgi di SMP adalah agar siswa memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitan serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih menyadari kebenaran dan kekuasaan penciptanya. Berdasarkan sifat dari mata pelajaran biologi tersebut maka dalam kegiatan belajar mengajar siswa hendaknya dilatih untuk menyatukan konsep-konsep, siswa dapat melihat bahwa konsep tersebut tidak berdiri sendirimelainkan mempunyai hubungan bermakna. Konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan. Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan kualitatif, perubahan itu terdiri atas penambahan lebih banyak stimulus pada suatu respon materi yang dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan stimulus dengan respon. Konsep-konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar, aturan-aturan dan Akhirnya memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru biologi kelas II4 SMPN 2 Pekanbaru, diperoleh informasi
bahwa siswa masih belajar dengan cara hapalan untuk memahami konsep-konsep biologi yang ada. Cara hapalan ini mempunyai kelemahan karena informasi yang diterima tidak dikaitkan dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya sehingga konsep-konsep yang diterima mudah lupa. Disamping itu, aktifitas siswa sangat kurang sekali yang menyebabkan hasil belajar yang belum mencapai ketuntasan klasikal. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian pada pokok bahasan Sistem Gerak yang diperoleh siswa kelas II4 adalah 6,0.
Untuk meningkatkan pemahaman dan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar biologi maka diusahakan peningkatan pembelajaran biologi dengan menggunakan peta konsep secara bertahap, sehingga siswa bisa belajar lebih bermakna. Mulai peta konsep yang disusun oleh guru dan siswa, dan
akhirnya siswa mampu menyusun peta konsep sendiri setelah guru memberikan beberapa konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktifitas dan hasil belajar biologi siswa kelas II4 di SMP Negeri 2 Pekanbaru pada konsep Sistem Pencernaan dan Sistem Pernafasan melalui penggunaan peta konsep. Kegunaan penelitian ini bagi siswa, yaitu 1) meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar; 2) meningkatkan hasil belajar dan pemahaman terhadap materi biologi; dan 3) meningkatkan kemampuan berpikir siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Yusuf, Natalina, Suryawati, Wulandari, Asiah dan Sari: Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar


METODE PENELITIAN

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas (PTK) dimana guru melakukan tindakan melalui penggunaan peta konsep, yang terdiri dari dua siklus dengan 12 kali pertemuan. Penelitian ini ilaksanakan di SMPN 2 Pekanbaru kelas II4 tahun ajaran 2004/2005, dilaksanakan pada semester I bulan Agustus–Nopember 2004. Subjek penelitian adalah siswa kelas II4 SMPN 2 Pekanbaru. Jumlah siswa sebanyak 39 orang yang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan. Penelitian ini terdiri dari 4 tahap :
1) Tahap Persiapan yaitu menyiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pembelajaran (RP), Lembaran Kerja Siswa (LKS), soal post tes serta UH dan Peta Konsep.
2) Tahap Pelaksanaan terdiri dari Pendahuluan meliputi guru menertibkan suasana kelas, prasyarat dan motivasi, guru menuliskan judul pembelajaran yang akan dibahas dan menempelkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa sehingga siswa lebih terpusat pada hal-hal yang dipentingkan dari
materi pembelajaran. Kegiatan Inti yaitu pelaksanaan pembelajaran melalui penggunaaan peta konsep. Penutup yaitu memberikan kesimpulan dan evaluasi.
3) Tahap observasi yang dilaksanakan oleh observer dan sejalan dengan pelaksanaan tindakan.
4) Tahap refleksi dilakukan setelah data pada siklus pertama dianalisis, maka dijadikan acuan untuk melakukan tindakan pada siklus berikutnya.
Data hasil belajar dan ketuntasan belajar diperoleh dari hasil post tes. Data aktifitas siswa dalam PBM diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan lembaran observasi ketuntasan individu ditetapkan dengan kriteria apabila siswa telah menguasai 65% dari jumlah soal yang diberikan atau dengan niali 6,5. Ketuntasan klasikal tercapai apabila 85% dari jumlah siswa telah tuntas atau dan nilai 765.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus yaitu pada pokok bahaan Sistem Pencernaan dan Sistem Pernafasan. Pada siklus pertama pokok bahasan sistem percernaan meliputi 6 kali pertemuan, pada pertemuan terakhir diadakan ulangan harian dengan waktu 1 x 40 menit. Pelaksanaan observasi aktifitas siswa dan guru dilakukan oleh satu orang observer pada setiap pertemuan. Jika dilihat dari rata-rata aktifitas siswa setiap pertemuan pada siklus I (Tabel 1), menunjukkan perubahan yang semakin baik, dimana persentase rata-rata aktifitas siswa adalah 72,40% dengan kategori baik.
Pada pertemuan terakhir dari siklus 1 terlihat hampir semua siswa berdiskusi dengan siswa lain tentang materi yang dipelajarinya dan semua siswa telah aktif dalam menentukan konsep pentinsg. Siswa juga telah aktif dalam menyimpulkan materi pelajaran. Pada aktifitas bertanya kepada guru siswa mulai aktif untuk bertanya karena siswa mulai terbiasa mengajukan pertanyaan kepada guru terhadap hal-hal yang belum dipahaminya pada materi yang diajarkan oleh guru dengan peta konsep. Menurut Sardiman (2001), yang dimaksud aktifitas belajar adalah aktifitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam
kegiatan belajar mengajar kedua aktifitas itu harus saling menunjang agar diperoleh hasil yang maksimal. Sehubungan dengan hal ini Piaget dalam Nasution (1995) menambahkan bahwa seseorang berpikir sepanjang dia berbuat. Tanpa perbuatan, anak tidak berpikir. Agar anak berpikir sendiri ia harus diberikan kesempatan untuk berbuat sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru timbul setelah anak berpikir pada taraf perbuatan. Pada pembelajaran dengan menggunakan peta konsep banyak aktifitasaktifitas
yang dilakukan siswa seperti menentukan konsep penting, melengkapi peta konsep, berdiskusi dengan siswa lain, menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menyimpulkan materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa karena siswa mencari pengalaman dan mengalami sendiri, hal ini akan membuat pelajaran lebih menarik dan lebih berhasil. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa persentase aktifitas siswa pada tiap pertemuan pada siklus 2 juga mengalami peningkatan. Rata-rata persentase aktifitas siswa pada siklus 2 mengalami peningkatan dari siklus 1, dengan rerata 72,40%
kategori baik pada siklus 1 menjadi 81,05% pada siklus 2 dengan kategori baik sekali. Peningkatan

Yusuf, Natalina, Suryawati, Wulandari, Asiah dan Sari: Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar


ini menunjukkan bahwa siswa tertarik dengan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep sehingga ia aktif dalam mengikuti pelajaran. Menurut Dahar (1991), struktur suatu materi pelajaran terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsipprinsip dari materi pelajaran tersebut. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, maka mudah baginya untuk mempelajari dari materi lain dari bidang studi yang sama, dan ia akan mudah ingat akan bahan baru itu. Ini karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna dalam bidang studi itu, dengan demikian dapat mendetail. Belajar bermakna akan terjadi bila informasi baru dapat dikaitkan dengan informasi yang sudah ada pada struktur kognitif. Dengan digunakannya peta konsep pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi pelajarannya secara jelas dan dapat mempelajarinya dengan lebih bermakna. Dengan peta konsep siswa dapat menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan informasi yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi yang diajarkan guru. Meningkatnya hasil belajar dengan kategori tinggi dari nilai post tes dikarenakan siswa menemukan konsep-konsep yang penting dari materi yang ada dan diasimilasikan ke dalam struktur kognitifnya. Dengan demikian di dalam diri siswa telah berlangsung belajar secara bermakna. Menurut Maidiyah (1988) belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Hasil belajar siswa dari nilai ulangan harian pada siklus pertama masih ada satu orang siswa yang mendapatkan kategori kurang dengan skor 49. Siswa yang mendapatkan kategori kurang tersebut jika dilihat dari nilai post tes juga rendah, karena post tes yang diberikan sangat berhubungan erat dengan ulangan harian. Jika siswa bisa menjawab post tes diakhir pembelajaran maka soal ulangan harian yang diberikan akan bisa dikerjakan oleh siswa dengan baik. Peningkatan hasil belajar ini juga disebabkan semakin membaiknya kemampuan berpikir siswa untuk belajar mengaitkan antar konsep. Dengan penggunaan peta konsep siswa tidak lagi banyak menghapal materi untuk belajar, siswa cukup memahami konsep kemudian menghubungkannya dengan konsep yang ada sebelumnya. Menurut Suryawati (2002) peta konsep dapat membantu siswa untuk mengorganisasikan konsep ke dalam struktur yang berarti sehingga bermanfaat untuk mengidentifikasikan konsep yagn sulit dimengerti, memudahkan siswa untuk menyusun dan memahami isi pelajaran dan meningkatkan memori atau ingatan. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat hasil belajar siswa di kelas II4 dari nilai post tes dan ulangan harian mengalami peningkatan dari pertemuan pertama sampai pertemuan kelima. Jika dilihat pada pertemuan keempat siswa yang mendapatkan kategori sedang bertambah dari pertemuan kedua dan ketiga. Hal ini dikarenakan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang lebih
kompleks dari pertemuan sebelumnya. Proses belajar dengan menggunakan peta konsep membutuhkan pemahaman yang baik dari siswa terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari dan bisa mengkonstruksi pengetahuan yang akan dipelajari dan bisa mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Pannen (2002) teori Konstruktivisme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila seseorang tidak mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara aktif maka pengetahuannya tidak akan berkembang. Meningkatnya hasil belajar siswa jika dilihat dari
nilai post tes yang telah dilakukan baik pada pokok bahasan sistem pencernaan dan sistem pernafasan
menandakan bahwa di dalam diri siswa telah berlangsung belajar secara bermakna, artinya siswa tidak sekedar mengingat atau hanya pada ranah kognitif C1 tetapi siswa sudah mampu memahami materi yang diajarkan. Jika siswa belajar secara bermakna maka konsep pelajaran yang didapatnya tidak mudah lupa. Salah satu manfaat pembelajaran dengan penggunaan peta konsep bagi diri siswa yaitu untuk meningkatkan memori atau ingatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar (1991) yang menyatakan bahwa jika informasi yang dipelajari secara bermakna maka lebih lama diingat daripada informasi yang dipelajari secara hapalan.

Ketuntasan Belajar Biologi
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa ketuntasan belajar biologi pada siklus pertama pokok bahasan sistem pencernaan secara individual 32 orang siswa (82.05%) dan 7 orang siswa yang tidak tuntas (17.95%), secara klasikal kelas tersebut belum tuntas. Hal ini disebabkan siswa selama proses belajar mengajar kurang aktif berdiskusi dengan temannya dalam mengerjakan LKS serta aktifitas untuk melengkapi peta konsep yang ada di depan kelas. Pada siklus kedua pokok bahasan sistem pernafasan secara individual 36 orang siswa (92.31%) dan 3 orang siswa yang tidak tuntas belajar. Berdasarkan
Yusuf, Natalina, Suryawati, Wulandari, Asiah dan Sari: Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar


hasil penelitian hasil belajar biologi siswa di kelas II4 SLTPN 2 dengan penggunaan peta konsep mengalami peningkatan. Hal ini juga disebabkan karena tingginya motivasi siswa. Motivasi mempunyai keterkaitan yang erat dengan hasil belajar. Apabila motivasi siswa tinggi terhadap suatu mata pelajaran maka akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (1994) bahwa untuk belajar diperlukan motivasi, semakin tinggi motivasi belajar siswa akan semakin tinggi tingkat
keberhasilannya.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I)
dan Sistem Pernafasan (Siklus II) maka dapat disimpulkan:
1. Terjadi peningkatan persentase aktifitas yaitu 72,40% (baik) siklus I menjadi 81,05% (baik
sekali) pada siklus 2.
2. Rata-rata hasil belajar siswa dari nilai post tes pada siklus pertama pokok bahasan sistem
pencernaan yaitu 79,18% (tinggi) dan siklus kedua pokok bahasan sistem pernafasan yaitu
84,04% (tinggi).
3. Rata-rata ketuntasan belajar siswa dari nilai ulangan harian mengalami peningkatan, pada
siklus pertama 82,05% (tidak tuntas) dan siklus kedua yaitu 92,31% (tuntas).

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan kepada guru-guru biologi agar
menerapkan penggunaan Peta Konsep dalam proses pembelajaran biologi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1999. Petunjuk Operasional Peningkatan Topik-topik Di SD. Makalah-PPS IKIP Malang.
Malang

Arikunto, S. 1986. Pengolahan Dan Siswa. Rajawali Press. Jakarta

Depdikbud. 1995. Kurikulum Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta

Dahar, R.W. 1991. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Nasution. 1994. Psikologi Pendidikan. Unversitas Terbuka Depdikbud. Jakarta

Pannen, P. M. Dina, dan S. Mestika. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta

Sardiman. 2001. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Press. Jakarta

Slameto. 1998. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Bina Aksara Pustaka. Jakarta

Suryawati, E. 2002. Peningkatan Pembelajaran IPA Biologi Melalui Pembelajaran Bermakna Menggunakan Peta Konsep Pada Kelas 1.8 SLTP Negeri 20 Pekanbaru. Makalah Seminar BKS PTN Wilayah Barat. Pekanbaru